Sabtu, 08 September 2012

batuu???


Saat les biologi, Farikh ngerasa laper banget. Karena sepulang sekolah langsung berangkat, ga pake acara makan dulu. Kali ini sedang membahas  tentang katabolisme dan anabolisme yang berhubungan dengan energi.
Kakak    : kalo katabolisme itu kan merubah molekul sederhana menjadi molekul kompleks menghasilkan energi, sedangkan   anabolisme merubah molekul kompleks menjadi sederhana_ membutuhkan energi.
Farikh   : (manggut^ saja)
Kakak    : contohnya itu mmm missal kalo batu dari kecil biar besar kan jadi menghasilkan banyak energy, tapi kalo udah besar besar besar, terus dikecilin… nah itu jadi memerlukan energy..
Farikh   : (mengernyitkan kening) emang batu bisa besar?? (dg nada santai tanpa berdosa)
Kakak    :  uuppsss!!! Eum kok malah contohnya jadi batu yaa… he he

Jumat, 17 Agustus 2012

Apakah Indonesia Telah Merdeka???


            

                Sudah 67 tahun Negara Indonesia merdeka. Sejak diproklamirkan oleh Ir. Soekarno, Indonesia telah menjadi Negara yang berdiri sendiri. Berbagai halangan, rintangan, dan peperangan telah dilakukan oleh para pahlawan Indonesia.
                Sampai saat ini, kita sudah menikmati hidup tanpa adanya peperangan fisik. Namun, apakah hakikinya memang benar-benar merdeka, atau hanya kebebasan kekuasaan dari bangsa lain??? Pertanyaan ini perlu kita renungkan sejenak.
            Cobalah kita melihat pada kenyataannya, sudah berumur 67 tahun Indonesia_ yang sudah tidak dewasa lagi, tapi sudah tua_kelihatannya masih banyak warga yang masih merasa kesengsaraan. Memang, Negara Indonesia masih dalam kategori Negara berkembang. Itu yang slalu kita maklumkan.
            Lalu, kemiskinan di Indonesia bukan suatu kemerdekaan? Jawabannya jelas, yang merdeka adalah negaranya, bukan warga negaranya. Bank Dunia menyebut angka kemiskinan di Indonesia tahun 2011 mencapai 42 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Angka yang cukup tinggi. Bahkan sangat tinggi. Hampir 50% warga Indonesia miskin.
                Kita juga masih terbelenggu pada pengolahan sumber daya alam. Negara kita yang kaya sumber daya alamnya, tetapi menjadi tamu di rumah sendiri. Kita belum bias mengolah SDA yang banyak itu. Mungkin 40 tahun yang akan datang, kita bisa mengolahnya sendiri. Tapi coba bayangkan, andaikan 40 tahun lagi, apakah SDA masih banyak??
                Yang harus kita lakukan, terutama bagi para pelajar adalah terus melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya. Agar nantinya para belia dapat memegang kekuasaan di masa depan yang lebih baik. Dan juga kita selalu meningkatkan iman dan taqwa kita, untuk menjadikan Negara Indonesia memiliki tujuan “baldatun thoyibatun wa robbul ghofuur (Negara yang baik dan selalu mendapat ampunan dari Allah swt.)”  amiiin….

Karakter Pelajar Dalam Wadah IPNU-IPPNU


oleh: Farikhatul 'Ubudiyah

            Pemuda  adalah harapan untuk menjadi kader bangsa. Hal ini menunjukkan  bahwa suatu negara bisa maju karena memiliki kader-kader muda yang cerdas, berbudi pekerti yang baik (akhlaqul karimah), dan berpengalaman. Oleh karena peran serta pendidikan menjadi hal terpenting dalam membentuk kader muda bagi bangsa.  Pembelajaran tersebut dapat dilakukan di sekolah ataupun pesantren. Dengan adanya pembimbing, pelajar akan mudah dalam melakukan proses belajarnya. Namun, yang tidak kalah penting yaitu balajar melalui pengalaman hidup. Pepatah mengatakan bahwa “Pengalaman adalah guru yang terbaik.” Salah satunya yaitu dengan berorganisasi. Berorganisasi dalam bidang agama, sosial, budaya, politik, dan lain sebagainya.
            Salah satu organisasi yang bernapaskan Islam yaitu IPNU-IPPNU. Sudah setengah abad lebih organisasi ini berdiri untuk membentuk karakter bagi para pelajar, yang bertaqwa kepada Allah swt., berakhlaqul karimah, dan memiliki ilmu pengetahuan yang nantinya akan menjadi kader bangsa. Bedanya dengan organisasi Islam lainnya, IPNU-IPPNU menjadi anak NU yang berpendirian pada paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
            Di sisi lain, para remaja sudah banyak yang terpengaruhi oleh budaya bart. Permasalahan pelajar ini yang akan merubah karakter pendidik. Sudah sering kita jumpai kenakalan remaja, seperti kekerasan pelajar (tawuran), pergaulan bebas, pemakaian narkoba, minum-minuman keas, dan lain sebagainya. Apabila kerusakan moral telah mempengruhi para remaja, maka siapakah yang akan bertanggung jawab?
            Di sinilah yang menjadi pekerjaan rumah IPNU-IPPNU untuk merubah moral remaja yang kurang baik menjadi baik, dan yang baik menjadi lebih baik. Pembinaan moal pada kader IPNU-IPPNU khususnya pada pelajar, remaja, santri, dan mahasiswa. Keempat penyusun kader muda iniyang akan menjadi tonggak bagi masa depan.
            Sebagai organisasi keagamaan, IPNU-IPPNU menempatkan nilai islam Ahlus Sunah wal Jama’ah sebagai pedoman berkembangnya agama Islam. Maka dai itu, IPNU-IPPNU dalam masyarakat harus bersikap tawasuth, i’tidal, tasamuh, tawazun, dan amar ma’ruf nahi munkar.
            Tawasuth dan i’tidal artinya menjunjung perilaku tatharuf (ekstrim)_ memaksakan kehandak dengan menggunakan kekasaan dan kedzaliman.
            Tasamuh artinya memberikan toleransi terhadap perbedaan pendapat baik dalam masalah keagamaan, kemasyaakatan, maupun kebudayaan.
            Tawazun artinya seimbang dalam menjalin hubungan antara manusia dengan Tuhannya serta manusia dengan lingkungannya (hablun minalloh dan hablun minannas).
            Amar ma’ruf nahi munkar artinya memiliki karakter dalam melakukan perbaikan dan mencegah terjadinya kerusakanharkat kemanusiaan dan kerusakan lingkungan.
 Tidak hanya itu, sebagai IPNU-IPPNU haruslah mempunyai karakter mandiri, bebas, terbuka, bertanggung jawab dalm berfikir, bersikap dan bertindak.
 Dalam masyarakat kita, para remaja tidak dididk untuk menjadi insan yang mandiri, hal ini disebabkan karena sejumlah keputusan penting dalam keluarga merupakan domain orang dewasa, dan anak tidak di libatkan sama sekali dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarga. Dengan adanya IPNU-IPPNU diharapkan pelajar akan berpartisipasi mengajukan pendapatnya dalam pengambilan keputusan keputusan dalam pengambilan keputusan untuk sebuah organisasi. Dengan berkarakter seperti itu maka akan terbentuklah masyarakat madani (civil society).
Menurut Ahmad Sudrajat (2011), karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Pendidikan karakter bagi pelajar memerlukan adanya tempat pengembangan diri. Disinilah IPNU-IPPNU hadir untuk melatih jiwa muda agar dekat kepada Allah SWT., diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan agar menjadi manusia yang sempurna.
IPNU-IPPNU merupakan wadah sederhana berlangsungnya pendidikan karakter pelajar untuk membentuk kepribadian dengan bekal nilai-nilai positif, guna menciptakan pelajar yang beretika, bermoral, sopan santun dan mampu berinteraksi dengan masyarakat secara baik.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan mengelola diri dan orang lain. (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan: kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 %oleh hard skill dan sisanya 80 % oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill dari pada hard skill. Hal ini menunjukkan bahwa mutu pendidikan karakter pelajar sangat dibutuhkan.
BELAJAR, BERJUANG, BERTAKWA
Semboyan bagi IPNU-IPPNU ini sangat berarti bagi kehidupan, disinilah pengenbangan karakter berasal. Pembelajaran bisa dilakukan melalui sistem pendidikan “sekuler” (sekolah umum), maupun agamis (pesantren). Hal ini sudah menjadi kewajiban menurut agama maupun pemerintah, namun apakah hanya dengan ilmu teori*----------- para pelajar akan mempunyai karakter budi pekerti? Jawabannya: Tidak memungkinkan!, karena seperti yang telah kita bahas sebelumnya, belajar belajar tidak hanya  formal saja, tetapi juga dalam arti luas berupa belajar dari pengalaman hidup, agar menjadi kaum muda cendekia untuk meneruskan cita-cita bangsa
Di sekolahan juga tidak mengajarkan ilmu teori saja, namun juga terdapat ekstrakulikuler, khususnya di sekolah Ma’arif. IPNU-IPPNU kini telah menggantikan kedudukan OSIS, pimpinan komisariat ini memberikan dukungan bagi para siswa untuk mengatur keorganisasian di sekolah, yang nantinya diharapkan akan bermanfaat ketika terjun dan bersosialisai dengan masyarakat.
Menurut H. Subroto, Kepala MTs Ma’arif 2 kota Gajah dalam Rapat Anggota Komisyariat (RAK) mengatakan bahwa IPNU-IPPNU dilatih menjadi pemimpin kecil atau besar, tunas-tunas muda dengan lingkungan sekitar dan senantiasa mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang berhaluan Ahlusunnah Wal Jamaah.
Hal ini menunjukkan bahwa peran sekolah tidak hanya mengajar, namun juga mendidik , mendidik dalam kepemimpinan agar menjadi penerus bangsa, dan tetap berjuang demi agama Islam., berjuang dalam mempertahankan keyakinan, berjuang mempertahankan alam sekitarnya.
Selain itu IPNU-IPPNU mengajak para remaja untuk senantiasa bertaqwa yakni selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan_Nya, sebagaimana dalam Firman_Nya: “Hai orang –orang yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dab hendaklah kamu selalu bersama-sama orang-orang yang jujur”. (QS. At-Taubah : 119). Dengan demikian, menanamkan nilai taqwa kepada remaja diharapkan mereka akan berbudu pekerti yang baik atau berakhlaqul karimah.
Kreatif, inovatif dan produktif
Menjadi pelajar sejati tentunya tidak hanya mempunyai ilmu teori saja, tetapi mempunyai sikap mandiri, sikap inilah yang akan mempengaruhi masa depan remaja khususnya pelajar yang harus dimilki dan ditanamkan pada hati.
Berjiwa mandiri tentunya mempunyai sifat kreatif, inovatif dan produktif yang artinya memiliki kemampuan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru. Sebagai IPNU-IPPNU seyogyanya mengajarkan kepada rekan dan rekanita untuk memilki jiwa kreatif, misalnya dengan ketrampilan bisa membuat ganrungan kunci, bros, dan lain sebagainya. Dengan cara tersebut, maka sebagai pelajar akan menciptakan ide-ide baru, memiliki jiwa suka dengan tantangan , akan selalu mencoba dan mencoba dengan sesuatu yang baru dan berjiwa profesional.
Selain kreatif juga memiliki sikap inovatif yang artinya pembaharuan. Sikap ini akan menjadikan pelajar akan lebih giat belajar dan bekerja, memiliki ide cemerlang dan suka bereksperimen untuk melakukan penelitian. Sikap ini lebih sering digunakan IPNU-IPPNU seperti membuat rumus-rumus hadroh, mengganti nada syair-syair sholawat dan juga dalambentuk ketrampilan misalnya: menghias kerudung polos dengan manik-manik dan lain sebagainya.
Dengaan adanya sikap kreatif dan inovatif maka akan menimbulkan sikap produktif, sikap ini akan menjadikan pelajar memiliki pola hidup hemat. Sikap-sikap tersebut tentunya bukan hanya tugas dari departemen yang menaunginya, tetapi menjadi tugas kita bersama untuk saling berbagi ilmu, membagiakan tips-tips yang kreatif, inovatif  dan produktif.
IPNU-IPPNU WADAH PERSATUAN DAN KERUKUNAN.
Dari Nu’man bin Basyir, nabi SAW. bersabda:’ perumpamaan kaum yang beriman yang saling mencintai, salin mencintai, saling menghormati, saling mangasihi dan saling membantu ’                                                                                                                           

Sabtu, 04 Agustus 2012

Hobi Saya


Siapa yang tak ingin kebebasan? Ah, saya yakin nggak ada. Semua napi yang dipenjara saja ingin cepat-cepat bebas kan?
Lalu, bagaimana dengan saya yang lebih asyik dalm dunia kamar, yang akhirnya dunia mimp indah atau buruk (tidur). Ha ha ha… anak perumahan, kata teman saya.
Sebenarnya apa si yang dilakukan di dalam ruangan tertutup berukuran 3x4 itu?


 Upss… jangan kata belajar matematika, fisika, atau kimia. Jangan katakana itu.!! Karena sebenarnya saya nggak suka belajar macam itu. Lalu apa??? Itu mungkin yang menadi pertanyaan anda. Eit,, jangan bilang aku fiktor loh.
Aku cuma bias menghabiskan tinta dan kertas tanpa hasil yang jelas. Tapi, kata pementor saya, “lanjutkan saja kegiatan seperti itu. Memang tidak ada hasilnya untuk saat ini, tapi akan bermanfaat untu masa yang akan datag.
Selain menulis, saya juga beraktifitas membaca Novel. Bagiku, dengan membaca maka akan lebih mudah untuk menulis.
Seperti firman Allah yang pertama, yaitu menyuruh kita untuk membaca.
            Cukup sekian curhat saya, terimakasih telah bersedia membaca tulisan yang tak berguna ini.

Kute: Bersama mentari senja


Siapa yang tidak pernah mendengar Pantai Kute? Wah,, Dunia saja mengerti itu. Yapz.  Pantai Kute yang terletak di Pulau Dewata itu kita bias menikmati senja yang begitu memukau, dan turis-turis asing maupun domestik. Tapi,, kayaknya lebih banyak yang asng dech. Eh,, mungkin si. Ini salah duanya dari turis asing yang saya temui. Mereka berasal dari Autralia,. Katanya, mereka sangt menyukai Bali dan juga menyukai Indonesia. Di panai ini kita sangat menikmatinya. Begitu katanya.
Wah,, mereka sangat ramah loh, tapi sayangnya saya tdak bias ngobrol lebih lanjut karena keterbatasan kosa kata bahasa Inggrisku. Pokoknya sangat disayangkan deh,,..


Kawanku,, dalam hidupku


Kehidupan terkadang tak selalu berjalan yang kita inginkan. Kadang kita merasakan sebuah keinginan yang sulit untuk kita capai. Keinginan itu kia beri nama asa atau cita-cita. Nah, dalam mencapai cita-cita tentunya kita tidak bias mengejarnya sendiri. Pasti kita bersama kawan yang menyenangkan.


saat santai, curhat, dan saling berbagi (jajan juga bagi-bagi loh)

            Inilah kawan terbaikku dalam menggapai asa. Yang selalu menemaniku dalam suka, duka, juga ngantuk bersama saat pelajaran. Eit,,, nggak semua pelajaran juga kok. 


Inilah Aku


Bila hidup ini tuk belajar
Tapi kini aku terdiam
Aku s’lalu membisu
Tanpa memkirkan sesuatu
Inilah aku pemilik cita tanpa asa
Hanya omong kosong yang aku punya

Aku selalu bermimpi tuk mendaki bulan
Namun mata kakiku terkubur di bumi
Inilah aku pemlik cita tanpa asa
Ku tahu aku tak berdaya
Namun aku tak pernah memiliki senjata
Apalah aku ini,,?
Aku    
            Aku
                        Dan inilah aku pemilik cinta tanpa asa
                        Aku masih tetap membisu
                        Di keramaian dunia ini

Rabu, 16 Mei 2012

Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela oleh: Tetsuko Kuroyanagi

Sinopsis









Ibu Guru menganggap Totto-chan nakal, padahal gadis cilik itu hanya punya rasa ingin tahu yang besar. Itulah sebabnya ia gemar berdiri di depan jendela selama pelajaran berlangsung. Karena para guru sudah tak tahan lagi, akhirnya Totto-chan dikeluarkan dari sekolah.

Mama pun mendaftarkan Totto-chan ke Tomoe Gakuen. Totto-chan girang sekali, di sekolah itu para murid belajar di gerbong kereta yang dijadikan kelas. Ia bisa belajar sambil menikmati pemandangan di luar gerbong dan membayangkan sedang melakukan perjalanan. Mengasyikkan sekali, kan?

Di Tomoe Gakuen, para murid juga boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Ada yang memulai hari dengan belajar fisika, ada yang mendahulukan menggambar, ada yang ingin belajar bahasa dulu, pokoknya sesuka mereka. Karena sekolah itu begitu unik, Totto-chan pun merasa heran.

Walaupun belum menyadarinya, Totto-chan tidak hanya belajar fisika, berhitung, musik, bahasa, dan lain-lain di sana. Ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga tentang persahabatan, rasa hormat dan menghargai orang lain, serta kebebasan menjadi diri sendiri.

Jumat, 20 April 2012

FARSYIT TUROB



فرشي التراب يضمّني .. وهو غطائي
حولي الرّمال تلفّني .. بل من ورائي
واللّحد يحكي ظلمة .. فيها إبتلائي
والنور خطّ كتابه .. أنسي لقائي
والأهل أين حنانهم .. باعوا وفائي
والصّحب أين جموعهم .. تركوا إخائي
والمال أين هنائه .. صار ورائي
والإسم أين بريقه .. بين الثناء
هذي نهاية حالي .. فرشي التراب
والحب ودّع شوقه .. وبكى رثائي
والدمع جفّ مسيله .. بعد البكاء
والكون ضاق بوسعه .. ضاقت فضائي
فاللّحد صار في جثّتي .. أرضي سمائي
هذي نهاية حالي .. فرشي التراب
والخوف يملأ غربتي .. والحزن دائي
أرجو الثبات وإنّه .. قسما دوائي
والربّ أدعوا مخلصا .. أنت رجائي
أبغي إلهي جنّة .. فيها هنائي

Dua Orang Sahabat (A.A NAVIS)

Seperti sudah dijanjikan, dua orang lelaki bertemu di jempatan beton dekat simpang tiga depan kantor pos. Yang satu kekar dan yang lain kurus. Keduanya sama mendekatkan arloji ke mata, seolah hendak tahu apa mereka tiba tepat waktu. Ketika itu malam belum lama tiba. Hujan yang turun sedari sore, tinggal renyai. Malam menjadi kian gelap dan lebih dingin hawanya. Salah seorang mengenakan mantel hujan. Yang lain bermantel plastik transparan. Kerah mantel- nya sama ditinggikan sampai menutup telinga. Kepala si ke- kar ditutupi oleh baret abu-abu. Si kurus oleh topi mantel. Sedangkan tangannya sama membenam jauh ke dalam saku celana. Mereka berjalan ke arah timur dengan setengah membungkuk, mengelakkan dingin dan tiupan angin malam. Tak seorangpun yang berbicara.

Nyala lampu jalan yang bergoyang-goyang ditiup angin itu, redup cahayanya. Dibendung oleh kabut yang biasa turun di kota pegunungan itu. Jalan itu lengang seperti kota ditinggalkan penduduk karena ada ancaman bencana. Hanya bayangan kedua orang yang terangguk-angguk itu saja yang kelihatan. Ketika mereka sampai di suatu simpang, si kekar bertanya tanpa menoleh: "Kemana kita?"

"Terserah kau." jawab si kurus gersang.

Lalu yang kekar membelok ke kiri. Seperti itik jalan sekandang, si kurus juga membelok. Sekarang jalan yang mereka tempuh mendaki. Tapi mereka tidak melambatkan langkah. Sehingga mereka seperti tambah terbungkuk-bungkuk dan kepalanya sama terangguk pada setiap kaki dilangkahkan. Jalan itu lebih gelap oleh kerimbunan pohon-pohon di kiri- kanannya. Dan kaki mereka sering terperosok ke lobang di jalan aspal yang telah lama tidak diperbaiki. Keduanya dengan pikiran masing-masing. Hanya derapan sepatu yang solnya sudah lembab yang meningkahi nyanyian hewan malam.

"Gila. Dia berani. Sekali aku pukul, pasti klenger." kata si kekar dalam hatinya.

"Orang bertubuh besar, kekar, bangga dengan otot. Tapi tidak punya otak. Dan kalau kaya, sombong. Tidak punya perasaan." kata si kurus dalam hatinya juga.

"Mengapa dia berani? Apa dia punya ilmu? Ilmu apa? Ah, ilmu. Kalau orang Indonesia punya ilmu, tidak akan bisa Belanda lama-lama menjajah negeri ini. Tapi dia ini punya ilmu apa?" kata si kekar lagi pada dirinya.

"Homo homini lupus, kata Hobbes. Itu benar. Tapi tidak selamanya." kata si kurus. "Karena orang kecil punya otak. Harus cerdik. Sejarah mengatakannya begitu." kata si kurus masih dalam hati.

"Aku pecah kepalanya sampai otaknya berderai. Biar bangkainya tahu, jangan coba-coba melawan aku." kata si kekar pula.

Kini mereka melalui jalan yang mendatar sesudah membelok ke kanan lagi. Langkah mereka seperti tertegun ketika mulai melalui jalan yang datar itu. Napasnya sama menghem- bus panjang, bagai mau melepaskan hengahan payah. Lalu mereka melintasi jalan lebar yang bersimpang. Tiba-tiba sebuah jip militer datang dari arah kanan. Si kekar buru- buru menepi. Tapi si kurus tidak peduli. Dia tidak meng- hindar. "Kamu mau mati, hah?" bentak pengendera jip itu dengan iringan sumpah serapah.

Si kurus berdiri sambil menatap ke arah jip yang lewat tidak lebih setengah meter darinya. Katanya dalam hati: "Sama saja watak kalian. Tidak beretika. Tidak bermoral."

Rumah-rumah di kedua pinggir jalan itu sudah jarang le- taknya. Listrik belum sampai ke sana. Hanya cahaya lampu minyak mengintip dari celah dinding anyaman bambu. Rumah- rumah itu sunyi dan hitam. Sesunyi dan sehitam alam hingga ke puncak bukit. Sedangkan bukit itu terpampang bagai mau merahapi alam kecil di bawahnya. Tepat diatas perbatasan alam yang pekat itu, sesekali cahaya terang mengilat. Bukit itu bagai binatang merayap maha besar dalam kisah prasejarah. Mengerikan nampaknya.

Tiba-tiba pintu rumah di pinggir kiri jalan terbuka.

Cahaya lampu minyak melompat keluar. Masuk ke gelap malam. Kepala seorang perempuan menjulur. Dia memandang lama ke- pada kedua laki-laki itu. Laki-laki itu juga memandangnya.

Ketika lelaki itu berjalan terus, kepala perempuan itu lenyap lagi ke balik pintu sambil menggerutu. "Sialan.

Bukan mereka."

Dan perempuan lain di dalam rumah cekikikan ketawa. Lalu hilang karena pintu ditutup lagi. Cahaya lampu yang menjilat malam itu pun lenyap bersamanya. Renyai tidak turun lagi.

"Kurang ajar. Berani bilang aku sialan. Kalau aku mau perempuan bukan ke seni aku, tahu?" kata si kekar masih dalam hatinya.

"Perempuan pemilik daging sewaan ini, sama saja dengan pemilik otot. Sama tidak punya etika, tidak punya moral." gerutu si kurus.

Kemudian mereka tiba lagi di sebuah simpang. Jalan be- sar yang mereka tempuh membelok ke kiri. Tapi mereka me- neruskan arahnya, melalui jalan kecil tanpa aspal. Kerikil besar-kecil berserakan menutupnya. Gemercakan bunyinya di- pijaki. Dekat di kiri kanan jalan meliuk-liuk daun pisang ditiup angin. Berkepakan bunyinya menyela desauan angin yang meniup dan nyanyian jengkrik. Bukit menghempang di hadapan mereka hilang timbul disela daun pisang itu. La- ngit yang memberikan kilatan, juga mengintip dicelahnya. "Tak kusangka aku ke sini di malam seperti ini." si kekar berkata dalam hatinya lagi. "Mengapa aku mesti ke sini? Seumur-umurku belum pernah aku ke sini. Jangkankan malam. Siang pun belum. Gila benar."

"Orang kuat, orang kaya, itu maunya takdir. Jika enggan menghormati kaum jelata, hormatilah takdir. Kalau mereka tidak mau, lawan takdir itu. Takut melawan, terinjak terus. Kalau melawan, gunakan otak. Akali. Kalah menang juga takdir." kata si kurus masih dalam hatinya.

Tiba-tiba keduanya sama terkejut. Langkah mereka sama terhenti, sambil dengan hati-hati mengawasi sesuatu yang melintas cepat di depan mereka. Rupanya seekor musang.

Berdesauan suara perlandaan badannya dengan dedaunan di semak itu.

"Huss, musang. Bikin kaget orang. Nantilah, aku bawa bedil ke sini. Boleh kamu tahu rasa." kata si kekar.

"Bagi kamu musang, selalu ada sekandang ayam untuk kamu terkam. Apalah daya ayam karena sudah takdirnya begitu. Kata Hobbes hanya cocok untuk binatang. Manusia yang bina- tang, ya, sama. Tapi aku manusia. Manusia yang manusia. Kalau kuat, ya, jangan menindas. Kalau tidak mau melawan, jadi ayamlah kamu." kata si kurus lagi.

Keduanya terus melangkah juga. Tapi lebih lambat. Si kekar seperti mencari-cari sesuatu. "Orang kurus seperti kamu, sekali tetak, lehermu patah. Berhari-hari kemudian orang akan mencari bau bangkai membusuk ke sini. Bangkai itu, bangkai kamu. Karena itu jangan sekali-kali menentang

orang kuat." kata si kekar lagi. Masih dalam hati. Dia lebih memperlambat langkahnya seperti dia merasa sudah sampai ke tempat yang ditujunya. Dan memang tak lama kemudian mereka sampai ke suatu padang luas yang membujur di sepanjang kaki bukit di kejauhan itu. Tiada pohon tumbuh disitu. Selain belukar menyemak. Dulunya padang itu tempat serdadu Belanda, sorja Jepang dan tentara revolusi latihan menembak. Di sana Jepang juga memenggal nyawa orang yang dituduh pengkhianat. Tentera revolusi pun meniru gurunya yang sorja Jepang. Sehingga padang itu menumbuhkan fantasi yang menegakkan bulu roma setiap orang.


Orang-orang tawanan yang akan dibawa ke situ, sudah ke- jang duluan oleh ketakutan atau cepat-cepat berdoa dengan seribu cara. Dan kini padang luas yang sunyi dan menimbulkan fantasi seram itu, di malam berenyai, dingin dan pekam, didatangi oleh dua lelaki. Dan padang itu, seperti biasa menanti dan menyaksikan orang-orang yang dipenggal lehernya atau ditembak mati tanpa peduli perasaan si kor- ban. Padang itupun sunyi menerima kedatangan kedua laki- laki itu. Bersikap masa bodoh terhadap segala apa yang di- lakukan oleh manusia terhadap sesamanya. Seolah-olah berkata: "Hai manusia, silakan kalian saling bunuh." Tapi arwah manusia yang dibunuh tanpa kerelaan, sehingga menumbuhkan fantasi yang menghantu, seperti tidak menyentuh hati kedua lelaki yang mendatanginya di malam itu.

"Dia mau menjagal aku, seperti yang dilakukan serdadu-serdadu itu." kata si kurus dalam hatinya.

"Kalau dia sampai mati aku gampar, orang akan menanyai aku. Polisi akan menangkap aku. Matilah aku. Sialnya ini orang mau ke sini." kata si kekar menggerutu pada dirinya. "Kalau aku dipenjarakan, akan apa perasaan isteriku. Kalau aku dikuhum mati? Bajingan-bajingan akan memburu istriku yang muda, cantik dan kaya oleh warisanku. Sialan".

Cahaya kilat memancar juga jauh tinggi dilangit, tanpa tenaga menembusi gelap dan kesepian padang itu. Dan sese- kali angin meniup agak keras, hingga daunan kayu bergoyangan menjatuhkan pautan tetesan air padanya. Gegap berde- sauan bunyinya, bagai teriakan prajurit yang kemasukan semangat mau mati yang bernyala dan haus darah.

Si kekar mendongakkan kepalanya seraya memandang sekeliling alam di padang itu. Lalu katanya seraya menghenti- kan langkahnya, "Di sini saja."

Si kurus pun menghentikan langkahnya. Masih menekur juga dia. Keduanya kini tegak berhadapan, seperti dua orang yang mau mengatakan sesuatu yang lama sudah disimpan.

"Mestinya dia ini tidak perlu aku bawa ke sini. Aku cari saja preman. Suruh ajar dia ini. Habis perkara." kata si kekar. "Sialnya aku lancang mulut mengajaknya berduel malam ini."

Cahaya kilat memancar lagi. Jauh di balik bukit sebe- rang ngarai yang lebar itu. Redup, seperti tak bertenaga. Lalu kata si kekar dengan suara redup seperti kilat itu:

"Tak pernah selama ini aku mengangankan datang kemari ber- samamu. Apalagi malam begini. Nyatanya kita kemari juga.

Kau tahu mengapa?"

Si kurus mengangkat kepalanya, seraya memandang ke arah kepala si kekar. Lalu katanya dengan suara yang gersang.

"Maumu 'kan?" Tapi dalam hatinya dia berkata: "Kau tahu kau kekar dan kuat. Kau jadi berani membawa aku ke sini. Tapi aku punya harga diri. Sekali aku kecut, seumur hidup aku kau dilecehkan."

Keduanya terdiam ketika angin bertiup rada kencang. Bersoraklah lagi dedaunan menggugurkan tetesan sisa air yang bergantungan padanya.

"Kita telah bersahabat sejak SMP. Berapa lama itu? Kau ingat? Lebih dua puluh tahun." si kekar memulai bicara sebagai awal pembicaraan yang panjang dengan mengingatkan segala apa yang telah diberikannya kepada si kurus selama mereka bersahabat kental. Nadanya membanggakan kelebihan- nya dan melecehkan si kurus dengan kalimat sindiran.

"Sekali hari kau kenalkan Nita padaku. Katamu, temanmu. Aku naksir dia. Aku lamar dia pada orang tuanya. Lalu kami kawin. Sejak itu kau berobah. Mana aku tahu Nita pacarmu." kata si kekar.

"Kalau kapal suka berobah arah ke mana angin kencang bertiup, lebih baik tidak menompangnya. Tapi ini bukan soal Nita. Ini soal harga diri yang selalu kau lecehkan" kata si kurus. Masih dalam hatinya.

"Kau kira aku cemburu kalau Nita kemudian dekat padamu? Tidak. Aku tidak cemburu. Karena aku tahu siapa aku, siapa Nita, siapa kau." kata si kekar. Kemudian dengan nada yang tegar dia melanjutkan:
"Kalau kau mau ambil dia, ambil. Tinggalkan kota ini. Aku tidak suka dilecehkan." Dia mencoba meneliti wajah si kurus. Namun gelap malam menghalangi penglihatannya. Cahaya kilat tak membantu ka- rena terlalu jauh di langit sebelah barat. Angin masih se- bentar-sebentar menggoyangi dedaunan di ujung ranting.

"Kau tidak peduli kapalmu rindu pada teluk yang dalam, ombak yang tenang. Itulah macam manusianya kamu. Seperti raja-raja dahulu kala. Semua yang berada di bawah kuasamu, kamu pikir dapat diperjual-belikan. Siapa mau dan tahan diperlakukan begitu terus-menerus?" kata si kurus dalam hatinya juga.

"Sekarang, kita berada disini, di padang yang luas ini, di malam sehabis hujan turun, dimana kilat masih sabung- bersabungan. Namun dalam hati kecilku aku menyesali kehadiran kita disini. Aku merasa konyol. Tapi.....kalau tidak dengan cara begini menyelesaikan persoalan kita, hi- langlah harga diriku." kata si kekar dengan gaya orang partai yang mencoba menumbuhkan kesan kagum yang diharap- kannya. Tapi si kurus masih tidak menanggapi. Dia masih bersikap seperti tadi, berdiri tanpa peduli.

"Betul-betul sudah pekat hatimu menantang aku secara jantan?" kata si kekar.

Si kurus tak menyahut. Tapi kepalanya tak menekur lagi. Tegaknya seperti menantang.

"Sekali lagi aku tanya, Apa hatimu sudah pekat?"

"Kau kira apa?" kata si kurus seraya menyurutkan sebelah kakinya selangkah.

Si kekar membuka mantel hujannya tenang-tenang. Disam- kutkannya pada ranting belukar beberapa langkah dari tem- patnya. Sambil melangkah digulungnya lengan panjang keme- janya. Selesai yang kiri, lalu yang kanan. Juga dengan tenang. Tapi ketika dilihatnya si kurus masih terpaku pada tempatnya berdiri, dia berkata lagi, "Mengapa tak kau buka mantelmu? Kau menyesal?"

"Apa pedulimu?"

"Baik." kata si kekar sambil menyelesaikan menggulung lengan kemejanya. Kemudian dia kepalkan tinjunya sambil menyurutkan langkah selangkah. Siap untuk berkelahi. Tiba- tiba dia lihat sesuatu yang berkilat di tangan si kurus. "Apa itu?" tanyanya.

"Pisau," jawab si kurus tegas.

"Oh. Kau berpisau? Itu curang namanya." kata si kekar seraya menyurutkan kakinya selangkah lagi.

Tak ada jawab si kurus.

"Kalau kau main curang, buat apa kejantanan? Aku tidak mau berduel dengan orang curang." kata si kekar.

"Kencing kau." carut si kurus untuk menghina.

Si kekar kehilangan nyali. "Kalau aku tahu kau bawa pisau ......."

Dan angin bertiup lagi. Dedaunan berdesauan pula. Kini seperti bersorak girang atas kemenangan orang kecil atas keangkuhan orang besar.


Lama kemudian si kekar berkata lagi, tapi dengan suara yang kendor. "Aku orang terdidik. Terpandang pada mata ma- syarakat. Aku tidak mau mati terbunuh oleh sahabat karib- ku sendiri. Tak aku sangka, kau mau membunuhku."

"Mestinya aku ludahi wajahmu. Tapi apa gunanya menghina orang yang kalah?" kata si kurus dalam hati. Seketika ada pikiran yang mengganggunya, bagaimana kalau si kekar jadi pemenang. "Pasti seperti pemenang pada perang saudara."

"Maksudku, hanya ingin menyelesaikan persoalan antara kita. Bukan untuk berbunuh-bunuhan. Karena kita berhabat karib." kata si kekar dengan suara lirih.

Si kurus membalikkan badannya. Lalu melangkah ke arah mereka datang tadi. Tidak tergesa-gesa. Juga tidak pelan.

"Tunggu. Tunggu aku." seru si kekar. Karena si kurus terus menjauh, dia mengikuti dengan langkah panjang-panjang. "Jangan kau salah mengerti. Sebenarnya aku tidak hendak berkelahi. Apalagi dengan kau." katanya setelah dekat.

Si kurus tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa mem- lambatkan langkah. Si kekar terus juga bicara tentang pe- nyesalannya mengajak si kurus ke tempat yang sepi itu. Kemudian katanya: "Aku minta maaf sebesar-besar maafmu.

Kau mau, bukan?" Karena si kurus terus tidak berkata, di pegangnya tangan si kurus. Tapi si kurus merenggutkan tangannnya dari pegangan itu. Terperengah berdiri si kekar beberapa saat.

Angin malam terasa bertiup lagi. Dedaunan pohon ping- gir jalan itu mendesau seketika. Si kekar melangkah cepat, lebih cepat dari langkah si kurus. Setelah beberapa langkah mendahului, dia berdiri dan menanti si kurus mendekat.

Didekapnya kedua telapak tangannya di bawah dagunya se- perti patung Budha. Lalu katanya memelas: "Aku minta sung- guh, jangan kau ceritakan peristiwa ini kepada siapapun. Hancur harga diriku. Akan apa kata Nita, kalau dia tahu?

Hancur aku. Hancur."

Si kurus terus melangkah. Si kekar terus menghadang dengan langkah mundur. Tanpa merobah letak kedua tangan, si kekar berkata lagi: "Apapun yang kau minta akan aku beri, asal kau tidak ceritakan kepada siapapun. Habis aku. Hancur harga diriku. Katakan apa yang kau mau. Kalau kau mau Nita, ambillah. Aku ikhlas."

Tiba-tiba dia berhenti. Dia ingat mantelnya tergantung pada ranting belukar. Tergesa-gesa dia kembali untuk mengambilnya. Tergesa-gesa pula dia mengenakan mantel serta mengancingkannya. Sedangkan matanya terus juga memandang si kurus yang kian menjauh dan kian hilang dalam gelap ma- lam. Dia berlari mengejar sambil memangil-manggil nama si kurus dan minta si kurus menunggu. Ketika sampai di tempat mereka berpisah tadi, si kekar berhenti. Dia memandang berkeliling mencari dimana si kurus berada. Tidak siapapun terlihat, selain gelap malam. Bulu romanya merinding. Sambil berlari kencang, dia memanggil nama si kurus keras-keras. "Dali, tunggu. Dali, tunggu. Jangan tinggalkan aku. Daliiii."

Si kurus keluar dari persembunyiannya di belukar, setelah suara si kekar tidak terdengar lagi. Dia bersembunyi karena enggan berjalan seiring dengan sahabat lama yang sudah jadi bekas sahabat.

Kayutanam, 30 Agustus 1999.

Sabtu, 11 Februari 2012

PUPUS


Biarlah aku mati saja
Bila asa tak pernah ku dapat
Aku tlah bosan tuk menanggung beban
Sendiri termenung duka

Biarlah aku mati saja
Bila cinta tak pernah dimengerti
Di kaki langit aku bermimpi
Namun rumput masih menyelimuti

Biarlah aku mati saja
Termenung dalam duniaku

Biarkan aku menangis
Meratap harap yang tak pernah sampai

Aku disini tanpa guna
Tiadalah yang aku bisa

Aku....
Telah Pupus.....

KERINDUAN


Mengapa rintik hujan tiada terhenti
Membasahi hatuku yang sedang pilu
Disini aku terdiam membisu
Semakin dingin dan membeku

Hatiku sungguh kelam
Tanpa satu bunga yang mekar
Hanya menunggu dan menanti
Tanpa jawaban yang sungguh pasti

Dimanakah bintang yang bersinar
Tuk menghibur kelu hatiku
Disini aku termangu
Termangu dalam lamunan rindu

Jangankan wajah manismu,
Gambarmupun aku tak tahu
Hanya bayangan indah yang ku temu
Dalam pikirku, saat tersipu malu

Kini aku bagai musim gugur
Yang akan segera menumpahkan salju
Kemana akam melangkahpun, aku tak tahu
Aku hanya duduk terdiam
Memeluk bayangmu,

Mulut ini sungguh kelu
Tuk ucapkan:
Aku rindu padamu....

Rabu, 25 Januari 2012

JALAN HIDUP


Biarlah jalanku jurang curam
Akan slalu ku tahan
Takut yang menghadang
kar'na ku tahu
perjalanan masih panjang


Biarlah jalan liku yang suram
Batu-batu menghantam
tapi takkan ku palingkan
Kar'na ku tahu
citaku masih menjulang



Asa demi asa
harapku meraih cita
Waktu demi waktu
ku lalui untuk ceria

Tapi hey kawan....
Jalan masih panjang

Senin, 23 Januari 2012

purnama

rinduku padamu takan terkata
cayamu mulai manahan hampa
diri sepi dibawah langit
menanti rasa bahagia